KLIKINDONESIA - Selasa besok, 22112022, Festival Film Indonesia (FFI) bakal dihelat. Sengaja dipillih tanggal 22 supaya ada angka bagus.
Salah seorang perintis dan pendiri FFI , tak lain tak bukan, ialah Pahlawan Nasional Usmar Ismail. Selain seorang sineas handal, dia juga seorang wartawan, bahkan pernah menjadi ketua umum PWI kedua. Memang, membicarakan perfilman nasional Indonesia, tak mungkin tanpa menyebut nama Usmar Ismail. Film Indonesia adalah Usmar Ismail. Dan Usmar Ismail adalah film Indonesia.
Kebetulan beberapa hari lalu, saya pas menemukan foto di file saya, sebuah foto seminar beberapa tahun silam, soal usulan Usmar Ismail menjadi calon Pahlawan Nasional dari bidang perfileman. Ada Prof. Salim Said. Ada Prof. Alwi Dahlan. Ada saya dan lainnya.
Tim Pengusul
Sebelum Usmar Ismail dinobatkan secara resmi sebagai Pahlawan Nasional, kami Tim Pengusulnya yang terdiri dari saya (Wina Armada Sukardi), Akhlis Suryapati, Adi Surya Abdi, Maman Widjaya, dan Hidayat Sanggrara, lebih dahulu melakukan serangkaian simposium/panel diskusi/FGD dll di berbagai kota dan berbagai provinsi, untuk menjaring pendapat kalangan perfilman, ahli sejarah, dan tokoh masyarakat ikhwal kepahlawanan Usmar Ismail, sekaligus tanggapan mereka terhadap usulan Usmar Ismail menjadi pahlawan nasional dari warga sipil, khususnya untuk bidang perfilman. Kesempatan itu juga kami pakai buat menambah lengkap bahan buat kami.
Gagasan mengusulkan Usmar Ismail tercetus oleh kawan-kawan dalam sebuah panataran/pelatihan kritik film di sebuah hotel bilangan Pecenongan. Setelah gagasan itu diaetujui, Adi Surya Abdi mengusulkan, supaya segera dibentuk personil timnya.”Harus sekarang juga kita tentukan nama-namanya,” katanya.
Panitia penataran/pelatihan kritik film berembuk. Cepat saja lima nama ditetapkan sebagai Tim. Semula Maman Widjaya, yang waktu itu Kepala Pusbang Film Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud agak segan dan menolak masuk dalam tim. Alasannya, dia seorang birokrat, nanti takut dituding aji mumpung.
Saya menampik alasan itu. “Justeru karena Pak Maman birokrat, kita membutuhkannya, agar kalau ada yang perlu difasilitasi oleh Pusbang Film dapat lebih mudah.” Sekain itu saya menambahkan, “Kalo ini berhasil tentu menjadi legency dari Kemendikbud!” Makanya, akhirnya , Maman Widjaya bersedia, dan terbukti kehadirannya memuluskan banyak keperluan memfasilitasi tim ini.
Ketokohan Nasional
Jika dilihat dari komposisi tim pengusul: saya dan Akhlis wartawan film dan kebudayaan. Adi Surya Abdi, sineas. Hidayat Sanggara, akademis, dan Maman Widjaya birokrat. Kelima anggota tim ini dihubungkan dengan garis merah sama-sama aktivis perfilman. Susunan yang relatif ideal.
Tanpa kami sadar, tak ada satu pun dari kami yang berasal dari Sumatera Barat, tempat asal Usmar Ismail. Ini bukti ketokohan Usmar Ismail sudah lintas daerah, alias sudah bersifat nasional. Tak ada sekat-sekat kesukuan lagi. Tak ada primodialisme.
Sejak terbentuk kami mengadakan serangkaian seminar/simposium/panel diskusi/FGD, terutama di daerah-daerah yang terkait dengan riwayat hidup Usmar Ismail dan kepahlawanan, seperti Jakarta, Padang, Bandung, Surabaya dan sebagainya. Dari setiap seminar/diskusi panel/workshol/FGD dll itu, kami memperoleh pernyataan dukungan agar Usmar Ismail dijadikan Pahlawan Nasional lengkap dengan tanda tangan para pesertanya.
Setelah itu, kami mencari, mengumpulkan, menyatukan dan mengolah segala dokumen yang diperlukan untuk membangun konstruksi: Usmar Ismail layak jadi Pahlawan Nasional. Kami juga menerbitkan buku-buku sumbangsih Usmar Ismail kepada bangsa dan negara yang kami jadikan dokumen penunjang. Tak heran seluruh dokumen yang kami serahkan kepada pihak berwenang, mencapai 13 box kontener plastik.
Tentu , tak ketinggalan kami juga membuat “naskah akademis” sebagai salah satu persyaratan yang penting. Mungkin lantaran saya sering diolok-olok secara bersahabat sebagai “anak sekolahan,” maka tim sepakat tugas penulisan naskah akademis ini, diserahkan kepada saya.
Belum Ada Kepastian
Setelah dikoordinasi, semua persiapan lengkap. Dokumen lengkap. Bukti-bukti pendukung lengkap. Buku-buku lengkap. Semua itu beres. Nah, barulah kami mengajukan usulan Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku seperti melalui Dinas Sosial Provinsi Jakarta. Lantas ke Kementerian Sosial, Tim Penilai Provinsi dan Pusat, Dewan Gelar sampai diputuskan presiden. Jadi, melalui prosedur formal, syarat-syarat formal dan tahapan-tahapan resmi pula.
Itu pun tidak lantas tahun berikut setelah usulan itu diajukan, langsung disetujui. Satu lagi, kami tidak pernah mengetahui, apakah usulan kami diterima atau tidak. Tidak ada kepastian Usmar Ismail benar-benar bakalan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional atau tidak. Semuanya belum pasti. Semua proses pembahasan usulan pahlawan nasional berlangsung terterup di antara para pihak yang berwenang. Sedangkan yang mengusulkan hanya dapat menanti kabarnya saja.
Tapi kami beruntung, seluruh syarat dan ketentuan untuk calon pahlawan nasional yang kami susun, telah memenuhi syarat, sehingg tidak dikembalikan lagi ke kami. Kalau syarat-syarat itu tidak atau belum terpenuhi, kami harus mengajukan ulang lagi pencalonan Usmar Ismail setiap tahun, dan maksimal dua kali. Menurut ketentuan, sesudah dua kali nama yang kami usung selalu ditolak, tak boleh diajukan lagi. Kalau itu yang terjadi, bermakna, kandaslah upaya memperjuangkan Usmar Ismail sebagai calon Pahlawan Nasional. Sekali lagi kami beruntung kecermatan dan kelengkapan bahan yang kami ajukan telah memenuhi syarat.
Kami sendiri berkeyakinan kuat, Usmar Ismail sudah memenuhi semua syarat yang diperlukan sebagai Pahlawan Nasional. Tinggal menunggu waktunya saja.
Dan benar. Setelah kami menanti empat tahun, barulah akhirnya Haji Usmar Ismail dikukuhkan secara resmi sebagai Pahlawan Nasional. Alhamdullilah.
Ada Pahlawan Kesiangan
Tentu, dalam pencalonan Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional, kami juga dibantu oleh beberapa orang yang secara lamgsung atau tidak langsung menyakinkan presiden, agar presiden mendukung usulan Usmar Ismail ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Cuma, ketika ada pihak yang dengan “jumawa” menyebut diri mereka ikut, bahkan sangat, berjasa dalam mengusung Usmar Ismail menjadi pahlawan nasional, kami cuma tersenyum kecut saja. Mereka merasa demikian dengan alasan mereka juga pernah suatu ketika menyatakan “mendukung Usmar Ismail sebagai pahlawan nasional.” Pahadal pernyataan itu tanpa upaya atau tindakan konkrit sesuai perundangan yang berlaku. Lagipula pernyataan itu tidak jelas ditujukan kepada siapa. Prosedur formal saja mereka tidak faham, apalagi mekanisme pengajuan calon pahlawan nasional menurut perundang-undangan yang berlaku. Tapi mereka merasa merekalah yang tak kalah berjasanya menempatkan Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional. Siapa mereka? Tak perlulah disebut indentitasnya.
Ya begitulah, rupanya dalam semua bidang, termasuk dalam bidang perfilman, banyak juga para pahlawan kesiangan.*
Kirim Komentar